MY THINKING ON WHY MOST PRINT MAGAZINES IN INDONESIA GOT DISCONTINUED

by - September 23, 2017


Bekerja di industri media cetak, khususnya majalah, sudah menjadi impianku sejak kecil, seperti yang aku tulis di sini. Dan ya, perasaan senang dan bangga begitu meluap di dalam diriku saat aku berhasil bekerja di majalah CosmoGIRL! Indonesia dan lanjut ke majalah GADIS. Tapi, di satu sisi aku merasa cemas. Bagaimana tidak! Sebagai bagian dari generasi Millenial, aku diperhadapkan dengan fakta media digital semakin berkembang hingga mampu berjaya. Alhasil, keadaan ini mampu membunuh deretan nama-nama media cetak, termasuk majalah, yang sayang kalau hilang atau sekedar beralih sepenuhnya ke ranah digital. Yup, one by one, print magazines got discontinued, just like Nylon IndonesiaHighEnd Teen, HAIKaWanku, TRAXand many more


Anehnya, hal ini cuma terjadi di Indonesia, dan mugkin beberapa negara lain yang aku nggak ketahui. Tapi, coba deh! Kalau kita melirik ke arah Amerika Serikat, Korea Selatan, Hong Kong, Jepang dan negara maju lainnya, kita pasti takjub dengan fakta media cetak masih bisa bertahan dan diminati oleh banyak orang yang cenderung menggenggam smartphone. Well, meskipun kateran atau ketebalan pada majalah harus dikurangi seperti yang dilakukan Teen Vogue, Seventeen, dan beberapa majalah lainnya, setidaknya orang-orang di sana masih tertarik pada media cetak.

Ini membuatku berpikir, apa nasib media cetak di Indonesia benar-benar ditentukan oleh kejayaan dunia digital? Seperti kata kebanyakan orang, "media cetak tutup itu wajar karena sudah eranya digital." Memang terdengar benar, termasuk pemakaian kata wajar yang mengisyaratkan persaingan antara media cetak dan digital yang mudah ditebak siapa pemenangnya di Indonesia.

Tapi, itu nggak menjadikan media digital sepenuhnya berakhir sebagai satu-satunya faktor kenapa media cetak di Indonesia turun, seolah-olah media cetak ada di tangan media digital yang menjadi penentu. Kita melewatkan satu faktor penting, yaitu keadaan pasar di Indonesia. Yup, karakter pasar di Indonesia berbeda dari karakter yang ada di negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Korea  Selatan, yang menurutku sesuai dengan eksistensi media cetak.

Kenapa begitu? Pertama, kita harus sadari kalau sebagian besar majalah mengangkat topik seputar fashion, beauty and the updated modern lifestyle. Ketiganya tentu sangat berkaitan dengan gaya hidup modern, di mana mayoritas orang-orangnya aware dengan hal-hal itu. Nah, di Indonesia, kita masih menghadapi masalah pemerataan sosial dari Sabang sampai Merauke. Mulai dari akses pendidikan yang minim, fasilitas modern yang kurang dan semacamnya sangat mempengaruhi pola pikir dan gaya hidup di sebagian besar tempat di Indonesia yang masih condong tradisional. Yup, sulit untuk menemukan orang-orang di daerah yang penasaran dengan koleksi terbaru Zara dan brand lainnya. Atau setidaknya, penasaran dengan wawancara eksklusif bersama beberapa influencers mengenai proyek dan prestasi mereka yang ditulis secara in-depth. Biasanya, orang-orang lebih tertarik pada dunia entertainment, di mana gosip tentang artis tercinta lebih seru dinikmati dan cepat ditemukan di media digital. Atau setidaknya, keadaan politik. Untuk konten lainnya, seperti fashion, beauty and lifestyle, aku rasa hanya diminati orang-orang di beberapa kota-kota besar saja, seperti Jakarta, Bandung, Medan dan lainnya.

Nah, pertanyaannya, bukankah setidaknya ada ratusan ribu orang di kota-kota besar itu? Jadi, seharusnya media cetak seperti majalah masih bisa berdiri di masing-masing kota tersebut, bukan? Sayangnya, ada poin kedua yang menjadi alasan kenapa orang-orang di perkotaan Indonesia sekalipun tetap nggak membantu eksistensi majalah itu sendiri. Yup, meskipun mereka  masuk ke dalam kualifikasi karakter yang sesuai dengan target pasar majalah, sadar atau nggak, minat membaca sangat rendah, sama halnya yang terjadi di daerah-daerah. Tentu, perkembangan dunia digital mengambil andil atas hal ini. 

Tapi, sekali lagi, kalau kita melirik ke negara-negara maju yang teknologinya melejit pesat, kita bakal heran dengan eksistensi majalah yang tetap diminati. Sebut saja, Amerika Serikat yang paling sukses mengembangkan produk teknologi seperti Apple, Google, Facebook dan masih banyak lagi. Yet, the people still love magazines. Atau, Korea Selatan yang nggak kalah bersaing dalam dunia teknologi seperti yang dibuktikannya  melalui Samsung dan produk lainnya. Yet, the people also love magazines. Even more, there are many magazine brands still exist in Korea. Just name it:  W Korea, Vogue, surprisingly Vogue Girl, InStyle Korea, GQ Korea, Ceci and so many more!

Yup, kebanyakan orang di negara-negara maju di sana, nggak hanya mengikuti perkembangan zaman modern yang maju dengan teknologinya. Tapi, mereka juga tumbuh di komunitas yang sudah terbiasa membaca. Alhasil, mereka nggak cuma mencari news terbaru tentang fashion, beauty, lifestyle and entertainment di media digital, tapi juga media cetak seperti majalah. 

Sebagai Redaktur dari majalah GADIS, aku tentu berangan-angan seandainya keadaan itu happening di Indonesia. Aku sangat suka dengan pekerjaan di media cetak yang menuntutku untuk menulis, mengedit, photoshoot, fashion styling, interview dan lain-lain. Kalau pada akhirnya media cetak benar-benar kalah dalam persaingan dengan dunia digital karena andil dari keadaan pasar di Indonesia, I'll definitely will be pushed to say goodbye for those daily activities. And you, maybe a few people who still love magazines... you also must be ready for only holding your smartphones.

No way! Kalau aku menjadi bagian dari generasi sekarang, aku bakal sedih banget kalau harus merelakan gaya hidupku sepenuhnya dengan hiasan modern dari dunia digital. I mean, menghabiskan masa remaja tanpa aktifitas santai membuka lembaran majalah yang halus dengan desainnya yang menarik, sambil mendengar musik.. don't you think it's so sad?

Maybe, that's why, I am mostly in huge love with everything comes from 70's - 90's era. I love the place without gadgets, updating social media, but only magazines, cable telephone, letters and going to concert only to hang out with music. I love it completely, from the bottom of my heart. 

Foto: www.s1.favim.com

You May Also Like

0 comments