MY INTERVIEW MOMENT WITH RENDY PANDUGO IN MY NEW JOB
Musik memang selalu menjadi pengantar
emosi yang tak terdeskripsikan. Berbeda saat aku menulis blog atau diary yang
harus detail dengan tulisan yang penuh. Yup, musik hebatnya
tetap bisa menjabarkan perasaan hanya dengan nada-nadanya saja. Makanya aku
suka banget denger musik.
Nah, akhir-akhir ini,
aku suka mendengar lagu-lagu dari penyanyi Rendy Pandugo. Mungkin karena
album perdananya, The
Journey (2017), baru saja dirilis seperti yang bisa kamu lihat artikel online-ku di sini, jadi nggak aneh, kedua telingaku bisa dibilang lagi
senang-senangnya mendengar lagu-lagu baru Rendy Pandugo yang totally
easy-listening.
Serunya, aku baru saja
berkesempatan melakukan wawancara eksklusif bersama Rendy
Pandugo untuk majalah GADIS Edisi Oktober 2017 (remember
to get it soon!). Tentu, The Jouney (2017) menjadi
pembahasan utama. Ada banyak fakta menarik dari 1 jam lebih pembicaraanku
dengan Rendy Pandugo yang memilih untuk memegang telepon genggamku
saat aplikasi voice recorder menyala. Yang paling penting
untuk diketahui, Rendy Pandugo mengungkapkan kalau The
Journey (2017) menceritakan kisah hidupnya selama 5 tahun belakangan
ini, secara spesifik, perjalanan hidup musikalnya.
Dari situ, sudah bisa
ketebak dong, Rendy Pandugo memang passionate banget
sama musik. Dan ya, aku bisa merasakannya saat ngobrol bareng dirinya. Dia
mengerti banyak tentang musik dan terlalu banyak ekspresi jatuh cinta pada
musik yang ia tunjukkan. Seperti saat ia mengungkapkan salah satu impiannya.
Katanya, "aku ingin melakukan world tour, nggak peduli di
panggung besar atau semata-mata tour kecil-kecilan. Baik di
jalan maupun kafe, I would like to do it one day cause I love it."
Benar banget! Saat kita
mencintai apa yang kita lakukan sebagai karier utama, kita nggak bakal terlalu
mempermasalahkan hal-hal lain yang bisa dibilang layak dijadikan keluhan.
Sebaliknya, seperti yang dilakukan Rendy Pandugo, kita bakal fokus sama tujuan
impian kita saja untuk keep doing what we love the most. Psst,
itu juga yang kulakukan di dunia jurnalistik yang sangat kucintai.
Tapi, balik ke
kisah Rendy Pandugo, Rendy Pandugo membuktikan kalau paradigma
itu membuahkan hasil yang positif seperti yang dibuktikannya lewat peluncuran
album perdana, The Journey (2017). Nggak tanggung-tanggung,
saat interview, Rendy Pandugo menceritakan garis besar
dari kisah perjalanan musikalnya yang sangat inspiring dalam
konteks 'dream big and
do it'. Yup, dari nol hingga menjadi musisi pertama Sony Music Entertainment
Indonesia yang albumnya dijual di mancanegara, you gotta read it in detail on GADIS magazine October 2017 Issue.
Seriously, I really do hope you got inspired as it is also his dream to inspire
you, girls!
Tapi sebelum itu, kamu
juga wajib melhat sisi lain Rendy Pandugo yang bisa kamu lihat di
akun YouTube GADISmagz di sini.
Yup, kalau kamu kira Rendy Pandugo cuma bisa menyanyi sambil main
gitar layaknya John Mayer,
kamu salah! Rendy Pandugo ternyata punya sisi fun yang ia tunjukkan saat main 2 konten games yang aku ciptakan
untuk majalah GADIS. Pertama, '5/10' dan kedua, 'Buktikan Kamu Bisa'. Sebagai
bocoran, di salah satu games tersebut, Rendy Pandugo ditantang
menggambar dirinya sendiri. Lihat gambar di bawah ini tapi jangan lupa
untuk subscribe and stay
tune on GADISmagz YouTube channel here.
Bekerja di majalah GADIS, aku bukan semata-mata cuma menulis artikel sebagai seorang redaktur, tapi juga membuat konten-konten video seru sebagai produser. Nah, dengan tanggung jawab itu, aku tentu paling lega dan senang kalau si narasumber enjoy the contents I created. Itu yang selalu diharapkan oleh semua anak majalah. Nggak seru dong, kalau konten yang seharusnya asik malah terlihat sebaliknya karena narasumber nggak bersemangat di depan kamera.
Thank God! Rendy Pandugo seemed
loving it and he totally had fun in front of the camera! Jujur, awalnya,
aku sedikit was-was. Aku pikir Rendy Pandugo mungkin saja tipe cowok
yang pendiam karena citranya yang kalem dan lagu-lagunya yang romantis.
Apalagi, saat melakukan sesi photoshoot, di mana aku juga
bertugas sebagai fashion stylist, Rendy Pandugo lebih
banyak menunjukkan ekspresi kalem ketimbang riang, which is nggak
ada salahnya, karena penampilan itu sesuai dengan karakternya yang ingin ia
tampilkan.
Tapi, ternyata hal itu nggak menjadi
alasan yang bisa mengatakan kalau Rendy Pandugo nggak asik. In
fact, he was really fun and friendly, also polite. Bisa dibilang, bahkan
dengan waktu pertamaku berinteraksi dengan Rendy Pandugo selama
sekitar 3 jam lebih totalnya, aku sudah bisa menebak kalau ia memiliki karakter
yang baik. Hal itu kurasakan saat ia nggak menunjukkan sikap negatif walaupun
tahu aku nggak mengerti banyak tentang musik yang ia pahami.
Seperti ini: Rendy
Pandugo berpendapat kalau musik Indonesia sekarang ini nggak
lagi mengikuti tren seperti dulu. Menanggapi itu, aku bilang, "tapi
kayaknya masih booming tren EDM." Mendengar
itu, Rendy Pandugo dengan ramah menjelaskan, "coba diperhatikan,
musisi lokal sekarang bisa menampilkan musik khas-nya sendiri-sendiri, kan?
Sebagai contoh, meskipun ada tren EDM, Raisa nggak
bikin lagu EDM dan tetap laku. Bahkan, musisi
indie Payung Teduh bisa dapat peringkat nomor satu
di iTunes. Itu tentu jadi bukti kalau musik Indonesia sudah berkembang
baik tanpa embel-embel ngikutin tren begitu saja, yang berpotensi bikin pasar
musik sama rata dengan tren aliran musik tertentu. Para penikmat musik juga
nggak ikut-ikutan tren."
Dari pembicaraan itu, aku jadi ngerti
dan kita jadi ngobrol lebih banyak lagi tentang musik. Saking lamanya, batas
waktu 15 menit interview yang diminta sang manager berujung
jadi 1 jam lebih seperti yang kusebut di atas. Untungnya, Rendy
Pandugo dan manager-nya baik-baik saja dan enjoyed the
conversation.
Dan ini nih, yang diharapkan anak
majalah saat bertemu narasumber. Kita berharap interview yang
dilakukan bersama narasumber mendapat respon yang baik. Lebih bagus lagi, kalau interview terasa
seperti ngobrol layaknya teman antar teman. Setidaknya, kita ingin pekerjaan
kita dihargai dengan good treat from the sources. I mean, hubungan
timbal balik dalam bekerja itu penting ya, kan?
[TIPS KERJA DI
MAJALAH]
Tapi, jangan jadikan hal ini sebagai
alasan untuk menuntut narasumber harus sesuai dengan apa yang kita inginkan.
Bekerja di dunia media, khususnya di bidang majalah cetak, kita harus ingat
untuk merendahkan diri dan mengutamakan narasumber. Seperti kata slogan saat
orang berjualan, konsumen adalah raja. Begitu juga saat bekerja di bidang
jurnalistik, terkadang narasumber adalah raja. Jadi, untuk kamu yang ingin
bekerja di majalah, kamu harus bisa memisahkan perasaan sensitifmu dari
profesionalitas bekerja.
Seru kok, kerja di majalah. Meskipun
akan ada momen di mana kita bakal bertemu dengan narasumber yang menurut
pandangan kita, nggak bersahabat, tapi hal itu nggak bakal jadi masalah besar.
Toh, kita tetap dapat banyak pengalaman seru dan cerita seru dari bertemu
banyak orang baru, seperti saat aku bertemu Rendy Pandugo untuk
pertama kalinya.
Rasanya, aku senang bisa bicara
tentang musik dari musisi yang lagu-lagunya aku dengar. Plus, the
interview and everything went very well. So, untuk tahu lengkapnya
tentang album perdana Rendy Pandugo, The Journey (2017), jangan
lupa stay tune on GADIS magazine. Cheers!
Foto: Dok. Rachmat Ichmosa
0 comments